Alternatif Pengelolaan Sampah
Untuk
menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan
alternatif-alternatif pengelolaan. Landfill bukan merupakan alternatif
yang sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan dan menimbulkan masalah
lingkungan. Malahan alternatif-alternatif tersebut harus bisa menangani
semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua
limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam, sehingga
dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Untuk mencapai hal
tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah yang harus diganti
dengan tiga prinsip–prinsip baru. Daripada mengasumsikan bahwa
masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah yang terus meningkat,
minimisasi sampah harus dijadikan prioritas utama.
Sampah
yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau
didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan
limbah yang tercampur seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri
harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses
daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan
alur sampah.
Pembuangan
sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang
mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat
mengkontaminasi/ mencemari bahan-bahan yang mungkin masih bisa di
daur-ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari keduanya. Sebagai
tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal dari
produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk
mudah didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem
daur-ulang atau tahapan penghapusan penggunaan.
Program-program
sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil,
dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama
program-program di negara-negara berkembang seharusnya tidak begitu saja
mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan di negara-negara
maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan
budaya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung)
merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang ada
saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama
dalam sistem penanganan sampah di negara berkembang. Salah satu contoh
sukses adalah zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil membuat suatu
sistem pengumpulan dan daur-ulang sampah yang mampu
mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah yang terkumpul dan mempekerjakan
40,000 orang.
Secara
umum, di negara Utara atau di negara Selatan, sistem untuk penanganan
sampah organik merupakan komponen-komponen terpenting dari suatu sistem
penanganan sampah kota. Sampah-sampah organik seharusnya dijadikan
kompos, vermi-kompos (pengomposan dengan cacing) atau dijadikan makanan
ternak untuk mengembalikan nutirisi-nutrisi yang ada ke tanah. Hal ini
menjamin bahwa bahan-bahan yang masih bisa didaur-ulang tidak
terkontaminasi, yang juga merupakan kunci ekonomis dari suatu alternatif
pemanfaatan sampah. Daur-ulang sampah menciptakan lebih banyak
pekerjaan per ton sampah dibandingkan dengan kegiatan lain, dan
menghasilkan suatu aliran material yang dapat mensuplai industri.
Melalui
proses dekomposisi terjadi proses daur ulang unsur hara secara alamiah.
Hara yang terkandung dalam bahan atau benda-benda organik yang telah
mati, dengan bantuan mikroba (jasad renik), seperti bakteri dan jamur,
akan terurai menjadi hara yang lebih sederhana dengan bantuan manusia
maka produk akhirnya adalah kompos (compost).
Setiap
bahan organik, bahan-bahan hayati yang telah mati, akan mengalami
proses dekomposisi atau pelapukan. Daun-daun yang gugur ke tanah, batang
atau ranting yang patah, bangkai hewan, kotoran hewan, sisa makanan,
dan lain sebagainya, semuanya akan mengalami proses dekomposisi kemudian
hancur menjadi seperti tanah berwarna coklat-kehitaman. Wujudnya semula
tidak dikenal lagi. Melalui proses dekomposisi terjadi proses daur
ulang unsur hara secara alamiah. Hara yang terkandung dalam bahan atau
benda-benda organik yang telah mati, dengan bantuan mikroba (jasad
renik), seperti bakteri dan jamur, akan terurai menjadi hara yang lebih
sederhana dengan bantuan manusia maka produk akhirnya adalah kompos
(compost).
Pengomposan
didefinisikan sebagai proses biokimiawi yang melibatkan jasad renik
sebagai agensia (perantara) yang merombak bahan organik menjadi bahan
yang mirip dengan humus. Hasil perombakan tersebut disebut kompos.
Kompos biasanya dimanfaatkan sebagai pupuk dan pembenah tanah.
Kompos
dan pengomposan (composting) sudah dikenal sejak berabad-abad yang
lalu. Berbagai sumber mencatat bahwa penggunaan kompos sebagai pupuk
telah dimulai sejak 1000 tahun sebelum Nabi Musa. Tercatat juga bahwa
pada zaman Kerajaan Babylonia dan kekaisaran China, kompos dan teknologi
pengomposan sudah berkembang cukup pesat.