Di negeri Belanda, ada suatu hari besar yang dirayakan oleh seluruh lapisan masyarakat yaitu ‘Koninginnedag’ (Queen’s Day). Awal mulanya Koninginnedag diperingati pada setiap tanggal 31 Agustus yaitu hari ulang tahun Ratu Wilhemina. Sebagai negara jajahan Belanda, kita pun ikut merayakan 31 Agustus ini dengan segala kemeriahan. Tanggal 31 Agustus ini juga bertepatan dengan berakhirnya masa sekolah anak-anak dan dimulainya ‘summer holiday’, sehingga hari bergembira ini juga diramaikan dengan permainan anak-anak seperti koekhappen dan klimmast. Koekhappen berasal dari kata koek berarti ‘kue’ dan happen berarti ‘menggigit’ (take a bite). Jadi koekhappen adalah lomba anak-anak menggigit kue yang digantungkan pada seutas tali. Siapa yang pertama berhasil menggigit dan menghabiskan kue ini akan menjadi pemenangnya. Setelah kita merdeka, lomba ini tidak lagi menggunakan kue tetapi diganti dengan kerupuk. Makanya diberi nama ‘lomba makan kerupuk’.
Koekhappen ini termasuk kinderfeest (lomba anak) yang sangat khas Belanda. Sampai sekarang pun, koekhappen tak pernah ketinggalan diselenggarakan pada peringatan Koninginnedag. Namun tanggal perayaannya sudah berubah menjadi 30 April, yaitu hari ulang tahun Ratu Juliana. Sekalipun sekarang Ratu Juliana sudah diganti oleh anaknya, Ratu Beatrix (terlahir 31 Januari), Koninginnedag tetap diperingati pada tanggal 30 April. Kalau lomba koekhappen biasanya diikuti oleh anak perempuan, maka ada satu lomba yang diperuntukkan bagi anak laki-laki yaitu klimmast. Klim bermakna ‘panjat’ (bahasa Inggris: climb) dan mast bermakna ‘tiang’. Jadi ini adalah lomba panjat tiang untuk menggapai hadiah yang digantungkan di pucuk tiang.
Lukisan yang saya dapatkan dari sebuah buku kuno ‘De Lange’s Schoolprenten’ benar-benar menunjukkan kesamaan klimmast ini dengan panjat pinang (lihat gambar atas). Bagian puncak tiang ini juga berbentuk lingkaran yang digantungi dengan aneka hadiah. Hanya perbedaannya tiang ini dilumuri dengan sabun (de mast was met zeep bestreken). Tentu sangat menarik bagaimana kita mewarisi lomba anak yang dahulu kala untuk merayakan hari ulang Ratu Belanda dan kini untuk merayakan hari ulang tahun kemerdekaan.
Tak perlu merasa risi atau kecewa bahwa lomba panjat pinang ternyata bukan asli kreasi bangsa kita sendiri. Baik atau buruk sejarah silam bangsa kita, dia adalah benang merah yang mempersatukan kita sebagai bangsa. Saya jadi teringat judul pidato presiden Soekarno pada peringatan Proklamasi yang bertajuk ‘Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah’ (Jas Merah). Ah, barangkali terlalu berlebihan (lebay dalam istilah anak muda) mengaitkan permainan panjat pinang (klimmast) ini dengan Jas Merah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar